MENGAMATI PEMANDANGAN SORE
foto dari : Aktualdotcom, macet jalan Gatot Subroto Jakarta |
Awan seolah menabur-hamburkan dedaunan mati.
Tak sehelai pun mampu meneduhkanku
dari terik-terang matahari, barangkali.
Kulepas topi menghormati gugur mereka
sebelum menikmati manisnya merdeka.
Meraka sujud di kaki kekar akar pohonan,
menyulapnya berwangi bunga. Mereka menempel
di tangga, ruang tamu. Mereka membuat semua waktu
berwarna sendu, dan rinduku terpasung
di lesung pipimu yang palung.
Bumi adalah rumah nyaman segala benda
yang berbentuk hampir bulat, semisal roda.
Mereka membawa Koran rabu, rabun tanpa kacamata
Sedikit kecewa tidak bisa membaca kalimat pertama
menarik atau tidaknya untuk di lanjutkan.
Mereka memburu absen pertama, pada kantor
Yang tak mengenal alasan, keterlambatan.
Lampu-lampu mengalir di jalanan, sore mencipta
kemajetan.
Orang-orang berebutan kembali ke rumah.
Cobalah berjalan kaki dari kantor ke rumah,
itu membuatmu berfikir banyak
Diantaranya: tak jadi menceraikan istri,
menyesal tak menyiapkan sarapan.
Mengembalikan ingatan tentang janji liburan
kepada anak-anak di akhir pekan yang sering kau
abaikan.
Aku membayangkan mobil-mobil berhenti di jual di
negeri kami
Orang-orang hanya punya dua kaki yang dibanggakan
untuk kemana-mana.
Tak akan lagi kau lihat jendela mobil yang
tertutup ketika anak-anak jalanan
Menjajakan nyanyian. Solusi jitu untuk kebisuan
kota ini adalah berbicara pada diri sendiri.
Sakit kepala adalah alasan yang selalu ku rawat
untuk mangkir dari kerja,
Aku mencintai pusing yang hadir dengan jujur di
seluruh kepalaku,
aku ingin ia betah selalu bersarang di sana.
Setelah dirasa usai ancaman kerja, sakit kepalaku
juga mereda.
Kepalaku kembali bisa dikenakan untuk menghitung
tanggal di kalender.
Lima hari lagi gajian bukan?
oleh : Harfan Min Kitabillah
0 komentar:
Tinggalkan Komentar anda ya,