Recent Posts

Rabu, 18 Mei 2016

0 komentar

BULAN YANG BERKACA DALAM SECANGKIR KOPI DENGAN JUDUL LAIN BULAN TELAH TUMBUH RAMBUT PANJANG DENGAN JUDUL LAIN BULAN TAK LAGI BOTAK



sumber http://wallpaperindonesias.blogspot.co.id  /2011/10/kumpulan-foto-bulan-yang-keren-gambar.html


BULAN YANG BERKACA DALAM SECANGKIR KOPI
DENGAN JUDUL LAIN
BULAN TELAH TUMBUH RAMBUT PANJANG
DENGAN JUDUL LAIN
BULAN TAK LAGI BOTAK
Sebuah Embrio Kumpulan Cerita
Oleh: Hamiki (HarfanMinKitabillah)


Di sudut malam [ada berapakah sudut malam? Begitulah tanya guru matematikaku yang merangkap jadi guru sastra], hanya terdengar desau bayu membelai dedaunan, lalu hening, seolah angin hanya mampu memberi walau sedikit penghormatan kepada daun coklat yang luruh di halaman rumah, bersembunyi di sebalik jemuran pakaian yang tak sempat lagi diangkat dan dilipat ke dalam lemari yang penuh baju kenangan.

Rembulan telanjang jelita, mengintip malu di sebalik kelambu awan mei, seolah ia menyembunyikan keelokan tubuhnya yang hanya boleh dilihat oleh manusia istimewa, temaram cahayanya teramat syahdu bagai mata sayu yang berat dipenuhi rindu, menjadi wallpaper alami bagi Badari yang berdiri seorang diri di balkon lantai dua.
Kedua belah tangannya menggenggam kehangatan secangkir kopi pekat, dan bulan berkaca di dalamnya, menerka sepahit apa, mana yang lebih pahit, kenyataan hidup Badari atau secangkir kopi.
Badari tak sanggup menafsirkan, secangkir kopi dalam genggamannya telah hilang kehangatan sebab bulan telah menggantinya dengan kesejukan malam yang kian menusuk sumsum tulang belakang. Badari tenggelam dalam pekat kopinya, belum ia temui solusi rumah tangganya yang rumit, kusut. Kian di eratkan jemari kiri dan kanan, menyatu menjadi sepasang tangan yang saling silang, menghangatkan kesendirian dengan sepasang tangan yang tak pernah bertemu meski hanya memeluk diri sendiri. Dedaunan kering tadi berhamburan dalam rongga hatinya.
Sebuah jaket penghangat berwarna kelabu terang, kini telah memudar, sebab suka direndam lama-lama oleh Badari yang juga telah lama lupa cara benar-benar mencuci, dikenakannya keringkih tubuh yang butuh kehangatan.
Jaket itu seolah-olah bagian dalamnya telah jua lama merindukan kehangatan tubuh Sabari, dan bagian luarnya yang memudar menantikan sentuhan, pelukan dari seorang wanita yang telah membuat Badari nelangsa begini.
Jaket itu tak mampu berjanji menemani menyelimuti kesendirian Badari, entah siapa yang lebih lama bertahan hidup sebegini, jaketnya kah atau Badari, mereka berdua diam, tak hendak memperpanjang debat tentang umur siapa yang lebih panjang.
Wajah kontrakan Badari turut muram, renta, bagai jarang mandi dan cuci muka juga gosok gigi, dihindari, ditatap ngeri rumah-rumah yang sudah bersih lagi rapi. Pohon mangga di beranda rumahnya juga turut nelangsa, dahan-dahannya menyentuhi kaca jendela, dingin dinding rumah tak kuasa melihat betapa merananya pohon mangga yang setiap saat memperdengarkan rintihan tentang betapa lebih baiknya ia ditebang, diabukan ketimbang hidup tidak berbuah. Sesungguhnya Badari, jaketnya, cangkir, pohon mangga, juga dinding rumah, merindukan disentuh mesra tangan hangat Ismarliana, betapa tangannya itu mampu menghidupkan kembali padang gersang, mengubah kandang haiwan jadi istana, membujuk pohon mangga berbunga dan berbuah lebat, membuat jaket tak memudar sebab Ismarliana tahu prosedur mencuci dengan benar, dan membuat daun kering tak akan mau gugur, sebab tak sudi membiarkan tangan Ismarliana letih jadi keras menyapu keisengan mereka.
Jaket penghangat badan tadi, koyak di bagian ketiak, bagai gadis pingitan, malu ia dibawa ke pasar, ke pusat keramaian, kedai kopi apa lagi di majelis pernikahan, bisa berhamburan para undangan, tersebab baunya yang membuat mual tak tahan. Selain minder, jaket penghangat badan Badari mengalami kebisuan, tak mampu mencari teman, bahkan kecoa, lipas, cicak tak mau berdiam diri dalam kehapakannya, serinya telah hilang kian hilang seiring warnanya yang memudar. Paijo, sang penghantar air gallon turut membumbui berita Badari. Ceritanya pada kita bahwa kecoa, lipas dan cicak, mereka sama-sama menenggak racun rumput yang tak sengaja disenggol mata kaki Badari yang telah rabun, dan tak dibersihkan semula, mereka tak sanggup lagi menahan menahun derita bersama kemelaratan Badari. Kini hanya jaket penghangat badan yang tersisa, dalam diam ia bersyukur karena kepergian cicak, curut, lipas dan kecoa telah meninggalkan setidaknya bercak-bercak kotoran kenangan, dan ia bahagia, entahlah bila nanti tiba-tiba Badari ingat cara mencuci dengan baik dan benar sebagaimana yang telah Ismarlina ajar. [BERSUMBANG-BERSUMBING-BERSAMBUNG] Tunggu kelanjutannya ya….. hehehe

0 komentar:

Tinggalkan Komentar anda ya,

Best viewed on firefox 5+

like

follow me

CAHAYA HATI

Copyright © Design by Dadang Herdiana