LELAKI AKHIRAT
http://www.islamedia.co/2013/06/memandang-keindahan-karya-cawalkot.html |
“Kalau
butir-butir korma ini harus kutelan semua baru maju berperang… oh betapa jauh
sungguh jarak antara aku dengan surga.”
Itulah
ungkapan seorang sahabat ketika mendengar Rasulullah saw. Bersabda menjelang
berkecamuknya perang Badar: “Majulah kalian semua menuju surga yang luasnya
seluas langit dan bumi.”
Kecemerlangan
sahabat-sahabat Rasulullah saw., serta semua manusia Msulim agung yang pernah
memenuhi lembaran sejarah kejayaan umat ini, sesungguhnya difaktori salah
satunya oleh ‘hadirnya’ akhirat dan semua makna yang terkait dengan kata ini
dalam benak mereka semua setiap saat.
Lukisan
kenikmatan surga meringankan semua beban kehidupan duniawi dalam diri mereka. Lukisan
kenikmatan surga meringankan langkah kaki menyusuri napak tilas perjuangan yang penuh dengan onak
duri. Tak ada duri yang sanggup menghentikan langkah mereka. Sebab duri itu
justru memberinya kenikmatan jiwa saat duniawinya sedang bermandikan sungai surga.
Lukisan kenikmatan surga melahirkan semua kehendak dan kekuatan yang terpendam
dalam dasar kepribadiannya. Tak ada kehendak akan kebaikan yang tak menjelma
jadi realita. Tak ada tenaga raga yang tersisa dalam dirinya, semua larut dalam
arus karya dan amal.
Lukisan
kedahsyatan neraka memburamkan semua keindahan syahwati dalam pandangan mata
hatinya. Lukisan kedahsyatan neraka mematikan semua kecendrungan pada
kejahatan. Sebab semua kejahatan itu sendiri telah berubah menjadi neraka dalam
jiwanya, saat sebelah kakinya telah terjerembab ke dalam neraka dengan satu
kejahtan, dan kaki yang satu akan menyusul dengan kejahatan kedua. Lukisn kedahsyatan
neraka menghilangkan semua rasa’kehilangan, kepahitan dan penyesalan’ dalam
dirinya saat ia mencampakkan kenikmatan syahwati.
Lukisan
surga dan neraka member mereka kesadaran yang teramat dalam akan waktu. Makna kehidupan
menjadi begitu sacral, suci dan agung ketika ia diletakkan dalam bingkai
kesadaran akan keabadian. Dari telaga keimanan ini mereka meneguk semua
kekuatan jiwa untuk dapat mengalahkan hari-hari. Seperti apakah kenikmatan yang
bias diberikan syahwat duniawi kepadamu, jia engkau letakkan dalam neraka
jiwamu. Seperti apa pulakah kepahitan yang dapat diberikan penderitaan duniawi
kepadamu, jika ia engkau simpan dalam surge jiwamu.
Lukisn
surge dan neraka yang memenuhi lembaran surat-surat Makiyah, terkadang
dipaparkan Allah Swt. Dengan gaya ilmiah yang begitu logis. Sama seperti
terkadang melukiskannya dengan gaya deskripsi, begitu sastrawi dan menyeni,
seindah-indahnya atau semengeri-ngerinya. Lukisan pertama menyentuh instrument akal
dan melahirkan ‘al-yaqin’ akan kebenaran kebangkitan (akhirat). Lukisan kedua
menyentuh instrument hati dan selanjutnya diharapkan melahirkan ‘kaufan wa
thama’an’.
Begitulah
al-iman bil yaumil akhir itu menjadi telaga tempat kita meneguk semua
kekuatan jiwa untuk berkarya. Begitulah al-iman bil yaumil akhir itu
menjadi mesin yang setiap saat ‘memproduksi’ watak-watak baru yang poitif dan
islami dalam struktur kepribadian kita.
Untuk
‘mengfungsikan’ keimanan ini, kita harus ‘menghadirkan’ maknanya setiap saat
dalam beka dan hati kita. Sebab “… dari makna-makna kubur inilah akan tumbuh
akal yang kuat dan tegar bagi sang kehendak”, kata Mutafa Shidiq Ar-Rafi’i. (AM)
0 komentar:
Tinggalkan Komentar anda ya,